Bitcoin, Teknologi Blockchain dan Internet Of Things (IoT)

Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia > Research News > Bitcoin, Teknologi Blockchain dan Internet Of Things (IoT)

Banyak kasus bisnis dipecahkan dengan menggunakan distributed ledger technology. Hal ini dapat digunakan dalam banyak kasus dimana layanan kepercayaan dibutuhkan oleh aplikasi bisnis, yakni dengan memanfaatkan teknologi blockchain sebagai platform aplikasi untuk membangun infrastruktur kepercayaan yang mendasari sistem. Bitcoin merupakan salah satu implementasi nyata pertama dari blockchain. Blockchain dapat memproses transaksi lebih efisien karena tidak menggunakan infrastruktur terpusat. Selain itu, dengan sifat terdistribusi dan adanya protocol consensus, transaksi antara dua pihak dapat diselesaikan tanpa pihak ketiga karena adanya aspek trustless, yakni pihak-pihak yang tidak saling percaya sebelumnya dapat saling bertransaksi tanpa pihak ketiga yang dipercaya (trusted third party). Bitcoin dan blockchain memecahkan masalah mata uang digital yang sangat tua yang banyak dicoba dilakukan oleh mata uang digital lainnya di masa lalu, yang dikenal dengan pengeluaran ganda (double spending problem). Pengeluaran ganda ini berarti membelanjakan mata uang digital yang sama dua kali dan bitcoin memecahkan masalah ini dengan memastikan konsensus terdistribusi.

Bayu Anggorojati, Ph.D, salah satu dosen Fakultas Ilmu Komputer UI, mengembangkan penelitian pada minat utamanya di bidang access control, identity management, cryptography, IoT, cloud system dan blockchain. Salah satu dari penelitian yang pernah dilakukan Bayu bersama Abidzar Gifari, S.Kom dan Setiadi Yazid, Ph.D adalah mengenai transaksi bitcoin di Indonesia dalam jurnal “On Preventing Bitcoin Transaction from Money Laundering in Indonesia: Analysis and Recommendation on Regulations”. Bayu membagikan pandangannya tentang potensi bitcoin, teknologi blockchain, yang diawali dengan  pemaparan dari potensi IoT.

Internet of Things (IoT) dan Potensi Pertumbuhannya

Internet of Things (IoT) sudah menjadi topik pembicaraan yang semakin berkembang beberapa waktu terakhir ini. IoT merupakan konsep yang tidak hanya berpotensi untuk memengaruhi cara kita hidup tetapi juga cara kita bekerja. Broadband internet telah banyak tersedia, banyak perangkat dibuat dengan kemampuan Wi-Fi dan sensor yang dibangun di dalamnya, biaya teknologi menurun, dan penetrasi ponsel cerdas juga meroket. Semua hal ini menciptakan “pintu” bagi IoT. Sederhananya, IoT dapat kita pahami sebagai konsep yang menghubungkan perangkat apapun dengan tombol on & off ke internet. Hampir semua objek fisik dapat diubah menjadi perangkat IoT jika dapat terhubung ke internet dan dikendalikan dengan internet. Smartwatch atau fitness band merupakan contoh perangkat IoT. Ini juga berlaku untuk komponen mesin seperti misalnya mesin jet pesawat terbang dll. Jika memiliki tombol aktif dan non aktif maka kemungkinan itu bisa menjadi bagian dari IoT.

Pada skala yang lebih luas, IoT dapat diterapkan pada hal-hal seperti jaringan transportasi: “smart cities” yang dapat membantu meningkatkan efisiensi seperti penggunaan energi. Realitanya adalah IoT memungkinkan adanya peluang dan koneksi yang  bahkan tidak dapat kita pikirkan sepenuhnya hari ini namun mungkin terjadi di masa depan. IoT membuka pintu untuk banyak peluang tetapi juga banyak tantangan. Security (keamanan) adalah masalah besar yang seringkali muncul. Dengan miliaran perangkat yang disambungkan bersama, apa yang dapat dilakukan orang untuk memastikan bahwa informasinya tetap aman? Masalah yang akan dihadapi banyak perusahaan secara khusus adalah tentang sejumlah besar data yang akan diproduksi oleh berbagai perangkat. Perusahaan perlu mencari cara untuk menyimpan, melacak, menganalisis dan memahami sejumlah besar data yang akan dihasilkan.

Pertumbuhan IoT berpotensi signifikan dan cepat dalam waktu dekat. Mengacu pada data McKinsey (2013), pertumbuhan yang cukup potensial dan memiliki dampak di market adalah aplikasi perawatan kesehatan dan manufaktur. Aplikasi layanan kesehatan dan layanan berbasis IoT seperti m-Health dan Telecare yang memungkinkan layanan kesehatan, pencegahan, diagnosis, perawatan dan pemantauan melalui media elektronik diproyeksikan akan bertumbuh pesat pada tahun 2025.

Solusi IoT diharapkan dapat mengatasi masalah keamanan dan privasi pada perangkat dan data yang dikumpulkan, dihasilkan dan diproses. Baru-baru ini, teknlogi blockchain telah mendapatkan banyak perhatian dalam solusi IoT. Walaupun teknologi blockchain lebih terkenal di bidang keuangan, yang dikenal dengan cryptocurrency (dimana bitcoin merupakan implementasi blockchain pertama), teknologi blockchain juga dapat dimanfaatkan sebagai solusi bagi keamanan dan prvasi khususnya dalam akses kontrol. Kita dapat melihat bahwa  IoT dan blockchain, pada saat yang sama, menciptakan kemungkinan baru. IoT yang memiliki sifat terdistribusi dapat memperoleh manfaat dari sifat terdesentralisasi yang dimiliki blockchain.

Bitcoin dan Teknologi Blockchain

Sektor yang paling terkena dampak dari pengembangan IT adalah ekonomi, sehingga istilah ekonomi digital semakin akrab. Orang-orang saat ini lebih memilih untuk melakukan transaksi online daripada konvensional karena kepraktisan dan kenyamanannya. Misalnya membeli dan menjual produk atau layanan melalui platform online seperti Bukalapak, Traveloka, atau Gojek. Ini juga mengarah pada pertumbuhan transaksi keuangan online yang menawarkan peluang bisnis baru di bidang teknologi keuangan atau FinTech (Financial Technology). Salah satu produk berbasis teknologi yang mendapatkan perhatian orang Indonesia baru-baru ini adalah mata uang virtual yang dikenal dengan bitcoin.

Bitcoin merupakan salah satu mata uang digital yang paling banyak digunakan di dunia. Meskipun bitcoin adalah mata uang digital, ada beberapa sistem yang disebut blockchain yang memungkinkan bitcoin memiliki transaksi yang dapat diandalkan tanpa campur tangan pihak ketiga. Oleh karena realibilitasnya, bitcoin memiliki sejumlah besar transaksi di seluruh dunia. Teknologi blockchain dalam bitcoin dieksekusikan dengan scripting language dengan menggunakan metode kriptografi. Ini berarti bahwa blockchain adalah platform dengan bahasa scripting yang dapat memecahkan banyak kasus dan bukan hanya cryptocurrency. Setiap pengguna sistem dapat melakukan query transaksi secara real time. Manfaat lainnya dari cryptocurrency yang disediakan oleh teknologi blockchain adalah transfer yang dapat melintasi batas-batas nasional dalam hitungan detik, dengan biaya minimum dan tanpa melalui entitas pihak ketiga seperti bank. Perluasan penggunaan cryptocurrency akan dapat  mengatasi kekhawatiran pemerintah seperti perlindungan terhadap pencucian uang, perdagangan terlarang, volatile value dan kurangnya pengakuan oleh pihak yang dipercaya.

Blockchain bermanfaat untuk digital identity. Di setiap komunitas dan korporasi, kebutuhan akan satu sumber yang tersentralisasi tentang identitas, menjadi suatu keharusan dan sangat penting. Hal ini menjadi fokus banyak perusahaan, termasuk misalnya Microsoft dan IBM. Pengguna mendapatkan lebih banyak kontrol atas identitas mereka karena mereka dapat membagikannya hanya dengan pihak terpercaya. Tidak ada entitas terpusat tunggal yang bisa mengutak-atik identitas pengguna atau data. Untuk users (pengguna), model ini meningkatkan aksesibilitas, privasi data dan kontrol atas data pribadi mereka. Untuk perusahaan, model ini mengurangi biaya identity management, mempermudah proses pemantauan, dan meningkatkan layanan serta efisiensi pelanggan.

Sebagai contoh, dalam industry real estate misalnya, yang berurusan dengan properti dan melibatkan berbagai pihak seperti pemilik, pemberi pinjaman, investor dan penyedia layanan. Transaksi antara entitas-entitas ini dapat menjadi masalah dengan sistem terpusat tradisional yang ada. Kesulitan dapat berasal dari banyak faktor, termasuk kurangnya kepercayaan diantara pihak tsb, penipuan dll. Teknologi blockchain, dalam contoh ini, dapat membantu sistem real estate dengan mesin pencari dan sumber pencarian yang sangat efisien untuk properti yang dijual saat ini.

Bitcoin sebagai implementasi nyata dari blockchain dan teknologi keuangan baru yang mendapatkan banyak popularitas di seluruh dunia, telah mulai mengubah cara orang melakukan transaksi keuangan. Dibandingkan dengan negara lain seperti USA, Jepang, Cina atau Korea Selatan, transaksi bitcoin di Indonesia sangat rendah. Di Indonesia, bitcoin lebih dikenal karena masalah negatif seperti pencucian uang daripada penggunaannya dalam transaksi keuangan. Salah satu fakta menarik untuk digali adalah belum adanya peraturan yang secara eksplisit mengatur penggunaan bitcoin, khususnya di Indonesia.

Regulasi yang mengatur bitcoin atau mata uang virtual di Indonesia belum jelas. Hingga saat ini, hanya ada pernyataan tentang bitcoin dari BI dan peraturan dari OJK bahwa perusahaan yang mendapatkan izin BI tidak diperbolehkan memproses mata uang virtual. Bayu Anggorojati, Abidzar Gifari dan Setiadi Yazid memaparkan tentang rekomendasi penting bagi pengambil kebijakan terkait transaksi bitcoin di Indonesia. Beberapa rekomendasi yang ditawarkan, baik sebagai masukan untuk penyusunan peraturan tentang bitcoin sebagai mata uang virtual di Indonesia serta rekomendasi untuk perusahaan bitcoin dalam mencegah pencucian uang, diantaranya:

  1. Perizinan pertukaran bitcoin (licensing bitcoin exchange). Setiap perusahaan yang terlibat dalam mata uang virtual, termasuk bitcoin perlu dilisensikan. Lisensi dikeluarkan oleh otoritas yang dimandatkan oleh undang-undang atau pemerintah. Pemberian lisensi bertujuan untuk mempermudah proses audit terhadap bitcoin dan mata uang virtual lainnya.
  2. Sensor dari bank sentral. BI sebagai bank sentral yang bertanggungjawab untuk mengendalikan mata uang dan sistem pembayaran di Indonesia. Kehadiran bitcoin di Indonesia akan memengaruhi sistem keuangan Indonesia. Dalam kasus terburuk, bitcoin dapat mengganggu nilai tukar IDR. Karena itu, BI perlu mengatur ketat sirkulasi dan siapa yang dapat mensirkulasikan bitcoin, dan mengendalikan sirkulasinya untuk mempertahankan nilai tukar IDR. Meskipun bitcoin tidak diakui sebagai mata uang, ni melibatkan ekonomi dalam peredarannya. Oleh karena itu, BI perlu mengaturnya meskipun dalam domain digital.
  3. Mekanisme Pemerintah perlu memastikan bahwa setiap perusahaan yang terlibat dalam bitcoin, terutama pertukaran bitcoin harus memiliki mekanisme redemption (penebusan) yang baik dan jelas dari bitcoin ke IDR. Setiap aktivitas dalam mekanisme harus dicatat dengan jelas untuk memudahkan pelacakan oleh pihak berwenang.
  4. Manajemen Keamanan informasi. Perusahaan bitcoin manapun harus mengelola manajemen keamanan informasinya dengan tepat untuk mencegah eksploitasi kerentanan sistem dan secara optimal meminimalkan resiko keamanan. Infrastruktur yang mendukung sistem transaksi bitcoin harus ditingkatkan sehingga transaksi aman dapat dipastikan.
  5. Anti-money laundering program. Setiap perusahaan yang terlibat dalam mata uang virtual termasuk bitcoin, harus memiliki sistem yang dapat melacak dan mendeteksi pengguna atau bitcoin mana yang diindikasikan untuk tindakan pencucian uang. Deteksi dini oleh perusahaan bitcoin dapat membantu pihak berwenang dalam mendeteksi pencucian uang. Perusahaan bitcoin perlu memiliki program anti pencucian yang yang terdiri dari kebijakan dan prosedur, tim khusus serta sistem anti pencucian uang.
  6. Anti-money laundering system in bitcoin exchange. Pertukaran bitcoin harus memiliki sistem yang mampu mendeteksi indikasi pencucian dan menganalisis bagaimana dan siapa yang melakukan pencucian uang dalam sistem elektronik perusahaan. Di sistem perusahaan, ID pengguna yang dibuat dalam pendaftaran harus disimpan dalam semua data transaksi bitcoin untuk mengurangi anonimitas. Mengurangi anonimitas memungkinkan pelacakan lebih mudah dari semua transaksi sehingga pencucian uang dapat diminimalkan. Setiap data transaksi pelanggan yang disimpan dalam blockchain memiliki karakteristik khusus yang dapat diklasifikasikan sesuai dengan transaksi.